BIROKRASI
1.
Pengertian
Birokrasi
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para
pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau
dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal dari kata bureau dan
kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia
artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu
istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau
sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat
pada semua macam organisasi.
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan
keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi
kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga
merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik,
sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap
dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam.
Adapun
ciri-ciri birokrasi, yaitu :
- Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;
- Adanya peraturan yang benar-benar ditaati;
- Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing (sense of belonging);
- Para pejabat terikat oleh disiplin;
- Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (meryt system);
- Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.
2.
Konsep
Birokrasi Menurut Weber
Birokrasi
sebagai suatu sistem organisasi formal dimunculkan pertama kali oleh Max Weber
pada tahun 1947, menurutnya birokrasi merupakan tipe ideal bagi semua
organisasi formal. Ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi ini ciri
cirinya adalah pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal,
kekuasaan hirarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang, dan efisiensi.
Cita-cita utama dari sistem birokrasi adalah mencapai efisiensi kerja yang
seoptimal mungkin. Menurut Weber organisasi birokrasi dapat digunakan sebagai
pendekatan efektif untuk mengontrol pekerjaan manusia sehingga sampai pada
sasarannya, karena organisasi birokrasi punya struktur yang jelas tentang
kekuasaan clan orang yang punya kekuasaan mempunyai pengaruh sehingga dapat
memberi perintah untuk mendistribusikan tugas kepada orang lain (Robert
Denhard).
Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan
karakteristik struktural.
Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang
distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas
organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan
spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.
Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada
divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan
tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas
khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.
Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan
anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu,
membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna
menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik
yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan
kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara
logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan
tugasnya demi perusahaan.
Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab
memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang
berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang
relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan
tugasnya-tugasnya.
Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di
antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas
organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada
tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi,
ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam
perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.
Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota
organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya.
Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari
kinerja yang mereka lakukan.
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan
pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan.
Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan
pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.
Weber
terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah
otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
- tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan;
- tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi;
- jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);
- aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan;
- anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi;
- pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;
- administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan
- sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.
Bagi Weber,
perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi,
yang meliputi point-point berikut :
- Kolegialitas. Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan.
- Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan.
- Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tersebut.
- Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.
- Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.
Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.
3.
Konsekuensi
Atas Penyelenggaraan Fungsi Birokrasi
Fungsi
birokrasi harus dilaksanakan dengan seksama agar berjalan se efektif
mungkin,tetapi penyelenggaraan fungsi birokrasi tersebut juga mempunyai
konsekwensi tertentu.
a.Dampak Kekuasaan Birokrasi Terhadap
Kondisi Demokrasi
kekuasaan
birokrasi menimbulkan pertanyaan yang menyebabkan para ilmuan mulai berpikir.
Adil dan perlakuan yang sama bagi seluruh penduduk ternyata membutuhkan
seperangkat hukum yang kompleks da peraturan-peraturan administratif, untuk
dapat berfungsi, setidak-tidaknya masyarakat harus memberikan pengertiannya
karena pada kenyataannya jumlah polisi tidak cukup banyak di dalam melakukan
kontrol atas penerapan hukum, dengan demikian keadaan menjadi sulit bila
masyarakat cendrung tidak mematuhi hukum. Sedikit kepatuhan sudah merupakan
suatu kondisi bagi demokrasi. Bila pemerintah harus memaksa kepatuhan yang sepenuhnya,
hal ini berarti mengurangi demokrasi.Kepatuhan tanpa syarat pada hakikatnya
menghindari kritik dan
ketidaksepakatan
yang menjadi inti demokrasi.
Bila
kita lihat contoh di Indonesia, bahwa masyarakat wajib pajaknya sudah lelah
dengan seabrek peraturan yang harus dipatuhi. sehingga ada kesan terpaksa untuk
memenuhi kewajiban perpajakan, dan sulit menciptakan masyarakat yang sadar
pajak dalam sistem yang diterapkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pada
dasamya masyarakat lebih menginginkan terciptanya kesadaran daripada Kepatuhan
Nilai-nilai demokratis tidak saja berarti tujuan-tujuan masyarakat yang
ditentukan oleh keputusan mayoritas. tetapi juga bahwa tujuan-tujuan tadi
diterapkan melalui metode-metode efektif yang ada, yakni dengan memantapkan
organisasi-organisasi sifatnya yang lebih birokratis daripada berupa pengaturan
secara demokratis. Keberadaan
birokrasi-birokrasi semacam itu tidak merusak nilainilai demokrasi.
Jika
birokrasi berlebihan maka masyarakat dirugikan karena masyarakatpunya otonomi
yang terbatas, karena freewill terbatas untuk masyarakat, karenabelum tentu
yang dilakukan birokrat baik, baik juga untuk rnasyarakat. Birokrasisulit untuk
direm karena ada dorongan dari dalam (birokrat itu sendiri) ataupun dariluar
seperti :
1.
dorongan politik, yaitu : tuntutan dari rnasyarakat sehingga membuat birokrasi
menjadi lebih besar
peranannya, adanya tuntutan negara semakin berkembang terus, yang meminta
negara untuk menyelesaikannya dan meminta negara melayani hal tersebut sebagai
contoh yaitu negara yang demokratis.
2. dorongan ekonomi.
3. dorongan yang bersifat sosial,
yaitu pemberian tanggungjawab pada negara
untuk melakukan sesuatu pada
masyarakat, ada pandangan bahwa negara
penggerak pembanggunanan nasional dan negara
diasumsikan sebagai fungsi yang strategis Demokrasi dan birokrasi sesungguhnya
sangat diperlukan dalam proses
pembangunan suatu negara , akan
tetapi semakin kuat birokrasi dalam negara maka
akan semakin rendah demokrasi dan
sebaliknya semakin lemah birokrasi maka akan semakin tinggi demokrasi.
b.
Strategi Birokrasi yang
Diterapkan Di Indonesia melalui Contoh kasus
Reformasi
Perpajakan.
Posisi
saling berhadapan antara birokrasi yang mewakili lembaga negara dengan civil
society yang berada pada posisi masyarakat, merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dari upaya mencari wilayah dinamika dari studipembangunan politik
yang akan meningkatkan kehidupan politik ideal yang demokratis.
Pada
dasarnya pemungutan pajak rnerupakan perwujudan atas kewajiban kenegaraan dan
partisipasi anggota masyarakat dalam memenuhi keperluan pengelolaan negara dan
pembangunan nasional, demi tercapainya keadilan sosial dan kemakmuran yang
merata.
Sebagai bahan kajian bahwa dalam
perundang-undangan pajak lama terdapat beberapa permasalahan dan sekaligus
kelemahan yang perlu disoroti yaitu:
Pertama : peraturan-peraturan
pajak yang beraneka ragam, sehingga menimbulkan
kesan membingungkan dan bahkan
terdapat pembebanan pajak berganda.
Kedua : pelaksanaan
kewajiban perpajakan sangat tergantung pada aparat perpajakan,
sehingga menimbulkan kecendrungan
masyarakat wajib pajak kurang turut
bertanggung jawab dalam memikul
beban negara yang pada hakikatnya untuk
kepentingannya sendiri dalarn
bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan.
Ketiga : terdapat
berbagai jenis pajak sehingga menimbulkan ketidakjelasan bagi
masyarakat dalam
memenuhi kewajibannya.
Keempat : terdapat bermacam-macam tarif
pajak baik untuk perorangan maupun untuk
perseroan.
Kelima : tingginya
tarif tersebut sehingga menimbulkan rangsangan untuk menghindari pajak mela1ui berbagai cara.
Keenam : tatacara pemungutan pajak yang
berbelit-belit.
Dari keenam
kelemahan yang terjadi pada sistem yang lama, maka dalam menyusun sistem yang
baru, diperhatikan saling keterkaitan antara tiga unsur pokok pemungutan pajak.
Reformasi Birokrasi adalah
Masalah Utama Indonesia
Ada 3 masalah utama di dalam birokrasi
Indonesia. Masalah pertama adalah korupsi. Permasalahan ini terjadi disemua
organisasi pemerintahan. Biasanya korupsi terjadi pada tiga aktifitas utama,
yaitu bidang pelayanan administrasi, pelaksanaan proyek pembangunan dan
terakhir penegakan hukum. Pada bidang pelayanan administrasi kita bisa
melihat pada kasus Gayus Tambunan. Pada bidang pelaksnaan proyek pembangunan
kita bisa melihat pada kasus pembangunan wisma atlet sea games di Palembang (
kasus Nazaruddin) yang melibatkan Wafid Muharam. Pada kasus penegakan hukum
kita bisa melihat pada kasus jaksa Urip, Cirus Sinaga dan juga terkhir kasus
jaksa Sistoyo di Kejaksanaan negeri Cibinong Jabar. Dalam kasus Hakim
kita bisa lihat pada kasus hakim Imas, hakim Syarifuddin, belum lagi
kasus yang melibatkan aparat kepolisian.Kasus-kasus diatas adalah contoh
sebagian kecil dari beribu-ribu kasus korupsi sejenis yang terjadi di Indonesia
yang melibatkan birokratnya.
Masalah kedua dalam birokrasi di
Indonesia adalah masalah efisiensi. Jumlah lembaga-lembaga pemerintahan baik di
pusat dan didaerah sangat banyak, yang dampaknya memperbesar jumlah PNS yang
harus mengisinya. Data yang adalah jumlah PNS di Indonesia saat ini adalah
sekitar4,7 juta jiwa. Besarnya jumlah PNS, berdampak lurus dengan
besarnya anggaran negara yang tersedot untuk membayar gaji mereka.
Masalah ketiga adalah masalah
efektifitas, menyangkut manfaat dari pekerja pemerintah tersebut bagi
masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelyanan birokrasi di Indonesia
sangat lambat dan berbelit. Begitu pula masalah proyek-proyek pemerintah yang
tidak tepat sasaran, sehingga tidak dirasakan manfaatnya.
Dari ketiga masalah tersebut,
rangkuman sederhana dari birokrasi di Indonesia adalah sebuah organisasi besar
yang menyedot banyak anggaran negara, diisi oleh SDM yang sebahagian besarnya
masih bermental korup yang kurang bermanfaat bagi masyarakat.Di Indonesia tidak
hanya masalah efiesensi dan efektifitas Birokrasi tetapi juga masalah korupsi.
Tetapi cara pemimpin kita menyikapi masalah birokrasi berbeda dengan meraka.
Ketika masyarakat mereka mengeluh dengan birokrasi yang tidak efisen dan
efektif, para pemimpinya meresponnya dengan cepat dan menjadikan sebagai agenda
utama yang harus dilakukan.
Ketika masyarakat Indonesia mengeluh dengan
birokrasinya yang tidak efisen dan efektif serta perilaku aparat birokratnya
yag masih korup, tidak ada langkah-langkag serius dan fokus dari pemerintah
untuk melakukan pembaruan terhadap organisasi pemerintah. Presiden harus
ada didepan dalam mereformasi birokrasi pemerintahan, perlu dibangun
strategi-strategi sebagai pendongkrak utama perubahan birokrasi
(kerjasama kementrian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi,
KPK dan juga Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembagunan/UKP4)
dan dukungan kelompok politik didalam mereformasi birokrasi dengan
mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan kelompoknya.
Kenapa birokrasi pertama kali dicetuskan oleh weber tahun 1947?
ReplyDeletepadahal bukannya weber sendiri hidupnya antara tahun 1864-1920?
sangat misterius/...
ReplyDelete