Pages

Saturday 19 May 2012

BIROKRASI




BIROKRASI



1.   Pengertian Birokrasi
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam.
Adapun ciri-ciri birokrasi, yaitu :
  1. Adanya pelaksanaan prinsip-prinsip organisasi dengan sepenuhnya;
  2. Adanya peraturan yang benar-benar ditaati;
  3. Para pejabat bekerja dengan penuh perhatian menurut kemampuan masing-masing (sense of belonging);
  4. Para pejabat terikat oleh disiplin;
  5. Para pejabat diangkat berdasarkan syarat-syarat teknis berdasarkan peraturan (meryt system);
  6. Adanya pemisahan yang tegas antara urusan dinas dan urusan pribadi.





          
2.   Konsep Birokrasi  Menurut Weber

Birokrasi sebagai suatu sistem organisasi formal dimunculkan pertama kali oleh Max Weber pada tahun 1947, menurutnya birokrasi merupakan tipe ideal bagi semua organisasi formal. Ciri organisasi yang mengikuti sistem birokrasi ini ciri cirinya adalah pembagian kerja dan spesialisasi, orientasi impersonal, kekuasaan hirarkis, peraturan-peraturan, karir yang panjang, dan efisiensi. Cita-cita utama dari sistem birokrasi adalah mencapai efisiensi kerja yang seoptimal mungkin. Menurut Weber organisasi birokrasi dapat digunakan sebagai pendekatan efektif untuk mengontrol pekerjaan manusia sehingga sampai pada sasarannya, karena organisasi birokrasi punya struktur yang jelas tentang kekuasaan clan orang yang punya kekuasaan mempunyai pengaruh sehingga dapat memberi perintah untuk mendistribusikan tugas kepada orang lain (Robert Denhard).

Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.
Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi. Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.
Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit. Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.
Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka. Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.
Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda.  Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.



Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi. Menurut prinsipnya, anggota organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan sendiri. Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.
Ketujuh, uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan. Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.


Weber terkenal dengan konsepsinya mengenai tipe ideal (ideal typhus) bagi sebuah otoritas legal dapat diselenggarakan, yaitu :
  1. tugas-tugas pejabat diorganisir atas dasar aturan yang berkesinambungan;
  2. tugas-tugas tersebut dibagi atas bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsi-fungsinya, yang masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi;
  3. jabatan-jabatan tersusun secara hirarkis, yang disertai dengan rincian hak-hak kontrol dan pengaduan (complaint);
  4. aturan-aturan yang sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknis maupun secara legal. Dalam kedua kasus tersebut, manusia yang terlatih menjadi diperlukan;
  5. anggota sebagai sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai individu pribadi;
  6. pemegang jabatan tidaklah sama dengan jabatannya;
  7. administrasi didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis dan hal ini cenderung menjadikan kantor (biro) sebagai pusat organisasi modern; dan
  8. sistem-sistem otoritas legal dapat mengambil banyak bentuk, tetapi dilihat pada bentuk aslinya, sistem tersebut tetap berada dalam suatu staf administrasi birokratik.
Bagi Weber, perlu dilakukan pembatasan atas setiap kekuasaan yang ada di dalam birokrasi, yang meliputi point-point berikut :
  1. Kolegialitas. Kolegialitas adalah suatu prinsip pelibatan orang lain dalam pengambilan suatu keputusan. Weber mengakui bahwa dalam birokrasi, satu atasan mengambil satu keputusan sendiri. Namun, prinsip kolegialitas dapat saja diterapkan guna mencegah korupsi kekuasaan.
  2. Pemisahan Kekuasaan. Pemisahan kekuasaan berarti pembagian tanggung jawab terhadap fungsi yang sama antara dua badan atau lebih. Misalnya, untuk menyepakati anggaran negara, perlu keputusan bersama antara badan DPR dan Presiden. Pemisahan kekuasaan, menurut Weber, tidaklah stabil tetapi dapat membatasi akumulasi kekuasaan.
  3. Administrasi Amatir. Administrasi amatir dibutuhkan tatkala pemerintah tidak mampu membayar orang-orang untuk mengerjakan tugas birokrasi, dapat saja direkrut warganegara yang dapat melaksanakan tugas tersebut. Misalnya, tatkala KPU (birokrasi negara Indonesia) “kerepotan” menghitung surat suara bagi tiap TPS, ibu-ibu rumah tangga diberi kesempatan menghitung dan diberi honor. Tentu saja, pejabat KPU ada yang mendampingi selama pelaksanaan tugas tersebut.
  4. Demokrasi Langsung. Demokrasi langsung berguna dalam membuat orang bertanggung jawab kepada suatu majelis. Misalnya, Gubernur Bank Indonesia, meski merupakan prerogatif Presiden guna mengangkatnya, terlebih dahulu harus di-fit and proper-test oleh DPR. Ini berguna agar Gubernur BI yang diangkat merasa bertanggung jawab kepada rakyat secara keseluruhan.
  5. Representasi. Representasi didasarkan pengertian seorang pejabat yang diangkat mewakili para pemilihnya. Dalam kinerja birokrasi, partai-partai politik dapat diandalkan dalam mengawasi kinerja pejabat dan staf birokrasi. Ini akibat pengertian tak langsung bahwa anggota DPR dari partai politik mewakili rakyat pemilih mereka.

Hingga kini, pengertian orang mengenai birokrasi sangat dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Max Weber di atas. Dengan modifikasi dan penolakan di sana-sini atas pandangan Weber, analisis birokrasi mereka lakukan.
3.   Konsekuensi Atas Penyelenggaraan Fungsi Birokrasi

Fungsi birokrasi harus dilaksanakan dengan seksama agar berjalan se efektif mungkin,tetapi penyelenggaraan fungsi birokrasi tersebut juga mempunyai konsekwensi tertentu.

a.Dampak Kekuasaan Birokrasi Terhadap Kondisi Demokrasi
kekuasaan birokrasi menimbulkan pertanyaan yang menyebabkan para ilmuan mulai berpikir. Adil dan perlakuan yang sama bagi seluruh penduduk ternyata membutuhkan seperangkat hukum yang kompleks da peraturan-peraturan administratif, untuk dapat berfungsi, setidak-tidaknya masyarakat harus memberikan pengertiannya karena pada kenyataannya jumlah polisi tidak cukup banyak di dalam melakukan kontrol atas penerapan hukum, dengan demikian keadaan menjadi sulit bila masyarakat cendrung tidak mematuhi hukum. Sedikit kepatuhan sudah merupakan suatu kondisi bagi demokrasi. Bila pemerintah harus memaksa kepatuhan yang sepenuhnya, hal ini berarti mengurangi demokrasi.Kepatuhan tanpa syarat pada hakikatnya menghindari kritik dan
ketidaksepakatan yang menjadi inti demokrasi.
Bila kita lihat contoh di Indonesia, bahwa masyarakat wajib pajaknya sudah lelah dengan seabrek peraturan yang harus dipatuhi. sehingga ada kesan terpaksa untuk memenuhi kewajiban perpajakan, dan sulit menciptakan masyarakat yang sadar pajak dalam sistem yang diterapkan untuk meningkatkan penerimaan negara. Pada dasamya masyarakat lebih menginginkan terciptanya kesadaran daripada Kepatuhan Nilai-nilai demokratis tidak saja berarti tujuan-tujuan masyarakat yang ditentukan oleh keputusan mayoritas. tetapi juga bahwa tujuan-tujuan tadi diterapkan melalui metode-metode efektif yang ada, yakni dengan memantapkan organisasi-organisasi sifatnya yang lebih birokratis daripada berupa pengaturan
secara demokratis. Keberadaan birokrasi-birokrasi semacam itu tidak merusak nilainilai demokrasi.
Jika birokrasi berlebihan maka masyarakat dirugikan karena masyarakatpunya otonomi yang terbatas, karena freewill terbatas untuk masyarakat, karenabelum tentu yang dilakukan birokrat baik, baik juga untuk rnasyarakat. Birokrasisulit untuk direm karena ada dorongan dari dalam (birokrat itu sendiri) ataupun dariluar seperti :




1. dorongan politik, yaitu : tuntutan dari rnasyarakat sehingga membuat birokrasi menjadi                lebih besar peranannya, adanya tuntutan negara semakin berkembang terus, yang meminta negara untuk menyelesaikannya dan meminta negara melayani hal tersebut sebagai contoh yaitu negara yang demokratis.
2. dorongan ekonomi.
3. dorongan yang bersifat sosial, yaitu pemberian tanggungjawab pada negara
untuk melakukan sesuatu pada masyarakat, ada pandangan bahwa negara

 penggerak pembanggunanan nasional dan negara diasumsikan sebagai fungsi yang strategis Demokrasi dan birokrasi sesungguhnya sangat diperlukan dalam proses
pembangunan suatu negara , akan tetapi semakin kuat birokrasi dalam negara maka
akan semakin rendah demokrasi dan sebaliknya semakin lemah birokrasi maka akan semakin tinggi demokrasi.


b.  Strategi Birokrasi yang Diterapkan Di Indonesia melalui Contoh kasus
Reformasi Perpajakan.

Posisi saling berhadapan antara birokrasi yang mewakili lembaga negara dengan civil society yang berada pada posisi masyarakat, merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari upaya mencari wilayah dinamika dari studipembangunan politik yang akan meningkatkan kehidupan politik ideal yang demokratis.
Pada dasarnya pemungutan pajak rnerupakan perwujudan atas kewajiban kenegaraan dan partisipasi anggota masyarakat dalam memenuhi keperluan pengelolaan negara dan pembangunan nasional, demi tercapainya keadilan sosial dan kemakmuran yang merata.
Sebagai bahan kajian bahwa dalam perundang-undangan pajak lama terdapat beberapa permasalahan dan sekaligus kelemahan yang perlu disoroti yaitu:

Pertama : peraturan-peraturan pajak yang beraneka ragam, sehingga menimbulkan
            kesan membingungkan dan bahkan terdapat pembebanan pajak berganda.
Kedua    : pelaksanaan kewajiban perpajakan sangat tergantung pada aparat perpajakan,
            sehingga menimbulkan kecendrungan masyarakat wajib pajak kurang turut
            bertanggung jawab dalam memikul beban negara yang pada hakikatnya untuk
            kepentingannya sendiri dalarn bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan.
Ketiga    : terdapat berbagai jenis pajak sehingga menimbulkan ketidakjelasan bagi
                        masyarakat dalam memenuhi kewajibannya.

Keempat : terdapat bermacam-macam tarif pajak baik untuk perorangan maupun untuk
                         perseroan.
Kelima   : tingginya tarif tersebut sehingga menimbulkan rangsangan untuk menghindari           pajak mela1ui berbagai cara.
Keenam   : tatacara pemungutan pajak yang berbelit-belit.

Dari keenam kelemahan yang terjadi pada sistem yang lama, maka dalam menyusun sistem yang baru, diperhatikan saling keterkaitan antara tiga unsur pokok pemungutan pajak.



Reformasi Birokrasi adalah Masalah Utama Indonesia
Ada 3 masalah utama di dalam birokrasi Indonesia. Masalah pertama adalah korupsi. Permasalahan ini terjadi disemua organisasi pemerintahan. Biasanya korupsi terjadi pada tiga aktifitas utama, yaitu bidang pelayanan administrasi, pelaksanaan proyek pembangunan dan terakhir penegakan hukum. Pada  bidang pelayanan administrasi kita bisa melihat pada kasus Gayus Tambunan. Pada bidang pelaksnaan proyek pembangunan kita bisa melihat pada kasus pembangunan wisma atlet sea games di Palembang ( kasus Nazaruddin) yang melibatkan Wafid Muharam. Pada kasus penegakan hukum kita bisa melihat pada kasus jaksa Urip, Cirus Sinaga dan juga terkhir kasus jaksa Sistoyo di  Kejaksanaan negeri Cibinong Jabar. Dalam kasus Hakim kita bisa lihat pada kasus  hakim Imas, hakim Syarifuddin, belum lagi kasus yang melibatkan aparat kepolisian.Kasus-kasus diatas adalah contoh sebagian kecil dari beribu-ribu kasus korupsi sejenis yang terjadi di Indonesia yang melibatkan birokratnya.
Masalah kedua dalam birokrasi di Indonesia adalah masalah efisiensi. Jumlah lembaga-lembaga pemerintahan baik di pusat dan didaerah sangat banyak, yang dampaknya memperbesar jumlah PNS yang harus mengisinya. Data yang adalah jumlah PNS di Indonesia saat ini adalah sekitar4,7  juta jiwa. Besarnya  jumlah PNS, berdampak lurus dengan besarnya anggaran negara yang tersedot untuk membayar gaji mereka.
Masalah ketiga adalah masalah efektifitas, menyangkut manfaat dari pekerja pemerintah tersebut bagi masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelyanan birokrasi di Indonesia sangat lambat dan berbelit. Begitu pula masalah proyek-proyek pemerintah yang tidak tepat sasaran, sehingga tidak dirasakan manfaatnya.



Dari ketiga masalah tersebut, rangkuman sederhana dari birokrasi di Indonesia adalah sebuah organisasi besar yang menyedot banyak anggaran negara, diisi oleh SDM yang sebahagian besarnya masih bermental korup yang kurang bermanfaat bagi masyarakat.Di Indonesia tidak hanya masalah efiesensi dan efektifitas Birokrasi tetapi juga masalah korupsi. Tetapi cara pemimpin kita menyikapi masalah birokrasi berbeda dengan meraka. Ketika masyarakat mereka mengeluh dengan birokrasi yang tidak efisen dan efektif, para pemimpinya meresponnya dengan cepat dan menjadikan sebagai agenda utama yang harus dilakukan.
 Ketika masyarakat Indonesia mengeluh dengan birokrasinya yang tidak efisen dan efektif serta perilaku aparat birokratnya yag masih korup, tidak ada langkah-langkag serius dan fokus dari pemerintah untuk melakukan pembaruan terhadap organisasi pemerintah. Presiden harus  ada didepan dalam mereformasi birokrasi pemerintahan, perlu dibangun strategi-strategi  sebagai pendongkrak utama perubahan birokrasi (kerjasama kementrian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi, KPK dan juga Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembagunan/UKP4) dan dukungan  kelompok politik didalam mereformasi birokrasi dengan mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan kelompoknya.

2 komentar:

  1. Kenapa birokrasi pertama kali dicetuskan oleh weber tahun 1947?
    padahal bukannya weber sendiri hidupnya antara tahun 1864-1920?

    ReplyDelete